Rumah tinggalnya sekaligus berfungsi sebagai kandang bebeknya. Bau amis menyeruak di dalam rumahnya. Sebab, kotoran bebek dan kotoran Mistani bercampur menjadi satu. Di rumah itu, memang tidak dilengkapi tempat mandi cuci dan kakus (MCK) yang memadai.
Berdasarkan penuturan Mistani, setelah suaminya, Sumo, dan anaknya, Asmo, meninggal dunia beberapa tahun silam, dirinya tinggal sebatang kara. Tak ada sanak familinya yang membantunya. "Suami dan anak saya menjadi sandaran satu-satunya. Namun, keduanya sudah meninggal," katanya, Rabu (20/7/2011), dengan nada terbata-bata.
Rumah yang ia tempati saat ini bukanlah miliknya, melainkan tempat tinggal yang dibuatkan oleh para tetangga Mistani. Munawar (45), tetangga Amyani, mengatakan, setelah ditinggal suaminya, Amyani tidak punya tempat tinggal sehingga masyarakat bertekad untuk membuatkan gubuk sederhana.
Selama tinggal di gubuk reot tersebut, kebutuhan makan Amyani hanya menunggu belas kasihan para tetangganya. Selama ini yang rajin memberi makan Amyani adalah Wati. "Saya tidak tega melihat dia karena sudah tua renta dan tidak bisa bekerja mencari nafkah lagi," tutur Wati.
Satu-satunya kekayaan Amyani adalah tujuh bebeknya. Untuk memenuhi pakan ketujuh bebeknya, Amyani selalu menyisihkan makanan dari hasil pemberian para tetangganya. "Kalau bebeknya bertelur saya jual," imbuhnya.
Melihat penderitaan Amyani, Pemerintah Daerah Pamekasan pun tergerak untuk membantunya. Amyani harusnya masih bisa bernapas lega. Pasalnya, kini ia memperoleh santunan uang sebesar Rp 2 juta. Santunan tersebut menurut Bupati Pamekasan Kholilurrahman untuk biaya hidup sehari-hari. "Sementara itu yang bisa kami bantu. Selanjutnya akan kami upayakan pembangunan tempat tinggal yang lebih layak sekaligus dengan biaya hidupnya," kata Bupati Kholil.[laksanaberita.info]
0 komentar:
Posting Komentar